SHARE
1 / 4
2 / 4
3 / 4
4 / 4

Istimewa

Yukiko memanfaatkan waktu luang ketika putranya sedang berada di sekolah atau sedang tidur untuk menulis skenario.

Ketika mengerjakan "Aristocrats", dia tidak berjumpa selama empat bulan dengan putranya yang baru berusia empat tahun. Sang buah hati diasuh oleh mertua, tapi perpisahan dengan ibunya menciptakan masalah psikologis dimana putranya menangis sepanjang waktu ketika di sekolah dan membuat orang-orang di sekitarnya merasa khawatir.

Ketika dia mengandung anak kedua tahun lalu, Yukiko memilih untuk merahasiakan kehamilannya karena mendengar orang-orang selalu berkata, "Oh, pasti sulit sekali bekerja karena kamu punya anak."

Perutnya yang membesar tidak diketahui oleh para kolega karena pertemuan selalu diadakan secara daring melalui Zoom.

"Saya tidak mau (merepotkan orang di lokasi syuting), jadi saya merasa hanya bisa membawa anak di acara-acara khusus saja."

Mendengar cerita Kamila, dia menyadari bahwa di Indonesia rasanya normal saja membawa anak ke tempat kerja. Berkaca pada pengalamannya yang merahasiakan kehamilan kedua, dia berpikir mungkin keputusan itu tidak terlalu membantu para sineas muda yang kelak mungkin ingin berkeluarga.

Tapi dia mengakui ada perbedaan antara dia dan Kamila Andini. Ketika berbincang sebelumnya, Kamila mengatakan dia membawa buah hati kemana saja karena ingin terus berdekatan dengan anak, tapi Yukiko justru ingin punya waktu berkualitas sendirian. Dia merasa lega bisa menikmati waktu sendirian ketika anaknya pergi sekolah, sebab dia harus menjaga dan merawat buah hati hingga dia tertidur mengingat sang suami biasanya pulang kerja larut malam.

"Jadi, satu-satunya kesempatan saya bekerja adalah setelah putra saya tidur. Berada di lingkungan di mana orang memahami bahwa menyusui itu normal... Saya merasa para perokok selalu mencari area merokok, kalau saya selalu mencari ruangan untuk memompa ASI. Masyarakat kami belum terlalu mengakomodasi perempuan dengan anak."

Kekhawatiran berkarier setelah memiliki anak pernah dipikirkan oleh Kamila Andini pada 2013, saat dia menjalani program residensi Cinefondation dari festival film Cannes. Sutradara yang baru menikah ini ditanya oleh seorang kawan pembuat film, apakah ada niat untuk memiliki anak.

"Waktu saya bilang, 'tentu saja!' dia membalas, 'benarkah?'. Mungkin dia memikirkan tentang Palme d'Or atau pencapaian itu akan sulit didapatkan perempuan yang punya anak. Tapi keraguan ini selalu mengikuti kita. 'Bisakah saya mencapai mimpi setelah punya anak? Bisakah saya berkembang sebagai pembuat film?"

Yukiko berharap perempuan bisa dengan bangga memiliki anak dan tetap bekerja tanpa merasa inferior. Sebab, dalam banyak wawancara dia sering mendapati pertanyaan, "Sebagai ibu, apa yang kamu pikir mengenai...?". Padahal, sutradara laki-laki tidak pernah mendapatkan pertanyaan seperti itu meski mereka juga seorang ayah.

Kamila Andini menegaskan pentingnya lingkungan yang mendukung agar perempuan juga tetap bisa menggapai mimpi meski mereka sudah menikah dan berkeluarga. Seluruh anggota keluarga harus saling bahu membahu, orang-orang di sekitar harus bisa memahami bahwa pengorbanan yang dilakukan memang sepadan dengan hasilnya.

Bicara tentang apa yang bisa dilakukan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi sineas perempuan di Jepang, Yukiko mengatakan ini tidak bisa diubah oleh individu, tetapi dia akan mencoba untuk membawa buah hatinya ke tempat penyuntingan atau acara-acara promosi.

"Sebagian aktor sekarang meminta agar bisa membawa anak ke lokasi syuting, jadi keadaan mulai berubah, tapi ini kembali lagi ke anggaran. Jika saya terbuka dan yakin kita bisa bekerja sambil membawa anak ke lokasi syuting, mungkin itu bisa membantu."

Halaman :
Tags
SHARE