SHARE

Ilustrasi (istimewa)

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan industri kelapa sawit mampu menyerap 16,2 juta orang tenaga kerja dengan rincian 4,2 juta tenaga kerja langsung dan 12 juta tenaga kerja tidak langsung.

Menurut Firman Subagyo, komoditas yang akan diproteksi dalam undang-undang nantinya bukan hanya tembakau dan kelapa sawit, namun juga ada kopi, karet, teh maupun tebu.

"Mungkin nanti akan ada lima atau enam komoditas," katanya.

Menurut dia, indikator komoditas perkebunan yang akan diatur dan diproteksi oleh undang-undang antara lain, komoditas tersebut berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional serta menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak.

Indikator lainnya yakni komoditas tersebut berdampak pada kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia.

"Kenapa indikator ini kita masukkan? Karena bercocok tanam itu tidak semata-mata bermotif ekonomi belaka, namun di situ merupakan culture masyarakat kita ini yang agraris ini," ujarnya.

Sesungguhnya, kata Firman, memproteksi komoditas strategis dengan undang-undang itu sudah dilakukan banyak negara, seperti  Amerika Serikat (AS) sudah mempunyai ketentuan yang melindungi komoditas kedelai, jagung, kapas dan gandum.

"Karena komoditas-komoditas itu dianggap sebagai strategis dan menghasilkan devisa bagi AS," katanya.

Sementara itu negara Turki memiliki undang-undang yang melindungi tembakau, Malaysia mempunyai undang-undang perkelapasawitan, dan Jepang mempunyai undang-undang perberasan, tambahnya, namun ironis bagi Indonesia, komoditi-komoditi strategisnya tidak ada perlindungan hukumnya.

"Jika ini dibiarkan akan sangat berbahaya bagi kelangsungan komoditas-komoditas itu. Sangat rentan diganggu pihak asing. Lihat saja selama ini tembakau dan sawit terus-terusan jadi sasaran tembak LSM asing," ujarnya.

Halaman :