SHARE

Kementerian Agama (Kemenag) menjelaskan alasan menaikkan Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) pada saat pemerintah Arab Saudi justru menurunkan paket layanan haji sebesar 30 persen dari tahun lalu.

CARAPANDANG - Kementerian Agama (Kemenag) menjelaskan alasan menaikkan Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) pada saat pemerintah Arab Saudi justru menurunkan paket layanan haji sebesar 30 persen dari tahun lalu.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief menjelaskan bahwa kenaikan itu terjadi karena perubahan skema prosentase komponen biaya perjalanan ibadah haji atau Bipih dan Nilai Manfaat.

Pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70 persen Bipih dan 30 persen nilai manfaat.

"Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantre keberangkatan, tidak tergerus habis," terang Hilman Latief dalam keterangan resminya, dikutip Minggu (22/1/2023). 

Menurutnya, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan.

Pada 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jemaah hanya Rp4,45 juta. Sementara Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13 persen, sementara Bipih 87 persen.  Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19 persen (2011 dan 2012), 25 persen (2013), 32 persen (2014), 39 persen (2015), 42 persen (2016), 44 persen (2017), 49 persen (2018 dan 2019).

Namun karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya Masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022 (jemaah sudah melakukan pelunasan), penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59 persen. 

"Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak," jelasnya.

Sebelumnya, Kementerian Agama mengusulkan rerata biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) 1444 H/2023 M sebesar Rp69,19 juta.

Jumlah ini merupakan 70 persen dari usulan rata-rata biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) yang mencapai Rp98,89 juta. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, usulan BPIH 2023 naik Rp514.888,02.

Namun, secara komposisi ada perubahan signifikan antara komponen Bipih yang harus dibayarkan jemaah dan komponen yang anggarannya dialokasikan dari nilai manfaat (optimalisasi).

Menurut Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, BPIH 2022 sebesar Rp98,38 juta dengan komposisi Bipih sebesar Rp39,88 juta (40,54 persen) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp58,49 juta (59,46 persen).

Sementara usulan Kemenag untuk BPIH 2023 sebesar Rp98,89 juta dengan komposisi Bipih sebesar Rp69,19 juta (70 persen) dan nilai manfaat (optimalisasi) sebesar Rp29,7 juta (30 persen).

Komponen yang dibebankan langsung kepada jemaah digunakan untuk membayar, antara lain biaya penerbangan dari embarkasi ke Arab Saudi (PP) sebesar Rp33,98 juta, akomodasi Makkah Rp18,77 juta, akomodasi Madinah Rp5,6 juta, living cost Rp4,08 juta, visa Rp1,22 juta, dan paket layanan Masyair Rp5,54 juta.



Tags
SHARE