SHARE

Ilustrasi | Istimewa

CARAPANDANG - 

CARAPANDANG - Harga emas kembali terbang setelah meningkatnya kekhawatiran investor atas perkembangan terbaru di Amerika Serikat (AS).  Sang logam mulia bahkan langsung mencetak rekor terbaiknya dalam sebulan.

Pada penutupan perdagangan Selasa (2/5/2023), emas ditutup di posisi US$ 2.016, 28 per troy ons. Harga sang logam mulia melambung 1,73%.

Penguatan setinggi itu merupakan yang terbesar dalam sebulan terakhir.  Penguatan terbesar sebelumnya tercatat pada 4 April 2023 di mana emas melambung 1,81% sehari.

Harga penutupan kemarin juga menjadi yaag tertinggi dalam sebulan terakhir.

Harga emas sedikit melandai pada pagi hari ini. Pada perdagangan hari ini, Rabu (3/5/2023) pukul 06:31 WIB, harga emas ada di posisi US$ 2.015,78 per troy ons. Harganya melandai 0,03%.

Lonjakan harga emas kemarin tidak bisa dilepaskan dari gonjang-ganjing yang kini tengah dihadapi AS.

Setidaknya ada tiga hal genting yang kini tengah dihadapi ekonomi AS yakni krisis perbankan, krisis soal utang pemerintah, serta keputusan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).

"Kekhawatiran mengenai krisis perbankan kembali lagi. Kondisi ini sepertinya akan menjadi pertimbangan besar The Fed dalam memutuskan kebijakan moneternya," tutur Edward Moya, analis dari OANDA, dikutip dari Reuters.

Dengan krisis pebankan yang mengancam di depan mata, pasar bahkan kini melihat jika The Fed tidak akan lagi mengerek suku bunga pada Juni mendatang.

Pasar melihat suku bunga terakhir kali akan dinaikkan pada Mei ini.

Seperti diketahui, The Fed tengah menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC) dan akan mengumumkan kebijakan moneternya hari ini atau Kamis dini hari waktu Indonesia. 

Sejauh ini, menurut alat FedWatch CME Group, sekitar 91,5% investor bertaruh bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bp). Sedangkan 8,5% investor bertaruh The Fed akan mempertahankan suku bunganya.

Jika The Fed mulai melakukan pivot kebijakan pasa Juni dengan menahan suku bunga tentu ini akan menguntungkan emas. Pasalnya, keputusan tersebut diperkirakan akan membuat dolar AS melemah sehingga emas makin terjangkau.

Emas juga tengah diuntungkan oleh dua krisis yakni perbankan dan persoalan utang.

Senin dini hari (1/5/2023), krisis perbankan resmi memakan korban baru dengan regulator AS menyita First Republic Bank dan mencapai kesepakatan untuk menjual sebagian besar operasinya kepada JPMorgan Chase, bank terbesar di AS.

Salah satu Bank Terbesar di dunia JPMorgan Chase dikabarkan muncul sebagai pemenang lelang atas akuisisi First Republic Bank, yang baru-baru ini ditimpa krisis.

Sebelumnya, tiga bank juga kolaps yakni Silicon Valley Bank, Signature Bank, dan Silvergate Bank.

Apa yang menimpa bank-bank AS tentu saja membuat investor mempertanyakan stabilitas lembaga keuangan regional yang lebih kecil.

Saham-saham bank di AS seperti Bank regional PacWest dan Western Alliance masing-masing anjlok hingga 27% dan 15%. Sedangkan saham bank raksasa di AS seperti Goldman Sachs dan Citigroup juga ambles lebih dari 2%, dan Bank of Amerika (BoA) ambrol sekitar 3%.

Pasar juga dikhawatirkan dengan utang AS yang cenderung bermasalah. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen mengatakan bahwa AS bakal gagal membayar utang (default) pada 1 Juni mendatang.

Hal ini akibat alotnya pembahasan untuk menaikkan plafon utang AS. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang kini dipimpin Partai Republik memilih untuk menaikkan menaikkan batas pinjaman nasional.

Ada syarat yakni pemotongan drastis anggaran belanja karena pemerintah dianggap terlalu boros, yang bakal menjadi sandungan bagi Presiden Joe Biden yang berasal dari Partai Demokrat.

Biden dilaporkan akan menemui empat pimpinan kongres AS untuk menyelesaikan persoalan utang AS pada minggu depan.

Krisis bagi emas adalah berkah. Status emas sebagai aset aman dan minim risiko membuat investor mencari sang logam mulia ketika ketidakpastian meningkat.

"Kami berpikir bahwa kekhawatiran seputar sektor bank, dikombinasikan dengan kegelisahan terkait plafon utang AS, dan yang paling penting kekhawatiran atas sikap kebijakan suku bunga The Fed yang tidak pasti di masa depan, semuanya berkontribusi terhadap sentimen penghindaran risiko ini," kata Greg Bassuk, CEO AXS Investments, dikutip dariCNBC International.Â