SHARE

objek wisata gunung kidul

CARAPANDANG.COM- Dinas Pariwisata Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, berupaya membenahi infrastruktur dan standar operasional pelaksanaan penunjang pembukaan objek wisata yang aman dari penularan COVID-19 untuk menyambut kelonggaran aktivitas pariwisata.

Persiapan menyambut era baru pariwisata menjadi bagian tugas Dinas Pariwisata (Dispar). Kami menyiapkan tata kelola pariwisata ke depan. Sebab ada kemungkinan kita akan hidup berdampingan dengan COVID-19.

"Pada sektor pariwisata ada protokol kesehatan khusus, ada standar operasional pelaksanaan (SOP) yang harus dipenuhi dan dijalankan bersama-sama," kata Sekretaris Dinas Pariwisata Gunung Kidul Harry Sukmono di Gunung Kidul, Minggu.

Selain protokol kesehatan, ada model-model yang harus dilakukan agar pariwisata bisa bertahan. Karena bukan hal yang mudah, dibutuhkan kesadaran semua pihak, perlu sarana dan fasilitas. Masyarakat juga diajak terlibat secara aktif. Dirinya menegaskan, dalam rangka menyiapkan kebiasaan dan pola baru aktivitas pariwisata itu, tidak hanya menjadi beban dan tugas pemerintah saja.

SOP dan syarat baru yang harus dipenuhi, khususnya di DIY diantaranya penggunaan aplikasi Visiting Jogja. Selain itu, kewajiban yang harus dipenuhi yakni penggunaan aplikasi Peduli Lindungi. Lantas sebagai tindak lanjut Imendagri dan Kemenpar, usaha jasa pariwisata juga harus memiliki sertifikat Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability (CHSE). Sertifikat tersebut menjadi salah satu prosedur saat kelonggaran pariwisata diberlakukan.

“Kami mengajak dan mendampingi pelaku pariwisata diantaranya Pokdarwis, selain menyiapkan sarana dan fasilitas penunjang protokol kesehatan, juga didorong agar segera mendapat QR Code aplikasi PeduliLindungi. Kami dampingi pula agar pelaku wisata memperoleh sertifikat CHSE. Hal ini dalam rangka membangun habit baru di dalam kegiatan pariwisata,” kata Harry.

Lebih lanjjut, Harry mengatakan sejak pandemi COVID-19 pada awal Maret 2020, aktivitas pariwisata diatur dengan berbagai ketentuan yang harus dipenuhi, yakni protokol Kesehatan dengan menjaga jarak, bermasker, cuci tangan serta tidak berkerumun ditambah pembatasan jam operasional dan kuota jumlah kunjungan sangat berpengaruh pada jumlah kunjungan di Kabupaten Gunung Kidul.

"Dampaknya, setiap tahun, pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor pariwisata turun dan pendapatan pelaku wisata turun, bahkan tidak ada pemasukan," kata Harry Sukmono.

Ia mengatakan dampak paling terasa sejak dikeluarkannya kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat sejak 3 Juli 2021 silam hingga saat ini, yang mengharuskan penutupan destinasi, praktis aktivitas pariwisata berhenti total.

Kondisi tersebut, lanjutnya secara otomatis menyebabkan PAD, sekaligus pendapatan masyarakat yang bekerja di sektor wisata turun. Sebelum pandemi COVID-19, tepatnya 2019, PAD sektor pariwisata menembus Rp25 miliar dengan jumlah kunjungan sebanyak 3.800.000 wisatawan. Namun sejak 2020 awal Pandemi, diberlakukan penutupan operasional.

Dengan pelaksanaan uji coba pembukaan yang pernah dilakukan terhitung ada kunjungan sebanyak 1,9 juta wisatawan dengan pendapatan yang diperoleh Rp14,2 miliar. Pada 2021 ini kondisi lebih memprihatinkan. Operasionalisasi sektor wisata sebelum PPKM Darurat diputuskan, PAD wisata hingga sekarang sebesar Rp8,4 miliar.

"Kondisi ini membuat Dispar menurunkaan target PAD. Yang awalnya Rp16 miliar diturunkan menjadi Rp12 miliar. Target tersebut dipatok dengan asumsi September-Oktober sudah dibuka. Tetapi kenyataannya juga belum buka, tentu akan berdampak pada capian PAD,” kata Hary.

Harry mengatakan penutupan objek wisata tidak hanya berdampak pada PAD sektor pariwisata tapi juga berdampak pendapatan masyarakat dari sekor ini juga menurun. Berdasar survei belanja pengeluaran wisatawan pada 2019, rata-rata tiap wisatawan mengeluarkan Rp150.000 dalam satu hari. Uang yang diterima langsung masyarakat yang menggeluti atau bekerja pada sektor wisata tersebut diakui menurun.

"Data survei pada 2020, wisatawan rata-rata hanya mengeluarkan uang Rp50 ribu dalam setiap harinya. Hal ini mengindikasikan pandemi juga mempengaruhi daya beli wisatawan. Implikasinya pada tingkat pendapatan masyarakat,” kata Harry.

Tags
SHARE