Menyatukan para pemain dari berbagai klub yang membawa ego dan kebanggaan masing-masing tentu bukan hal mudah. Namun sang pelatih memilih jalur sederhana—tulus dan manusiawi. “Saya menaruh respect besar ke mereka. Saya percaya sama mereka. Saya sering mengadakan kumpul bareng, kayak makan bareng sesudah latihan. Jadi bonding tercipta dari kegiatan tersebut,” tuturnya.
Bicara mengenai porsi latihan, ia mengakui bahwa porsi yang diberikan cukup berat selama satu tahun persiapan. Namun, keseimbangan tetap dijaga melalui komunikasi yang baik dengan pelatih klub maupun sekolah. “Saya sesekali berkoordinasi agar pemain tidak overused atau over training,” tambahnya.
Dalam pendekatan teknis, sang pelatih tidak terpaku pada satu pola permainan. “Setiap gameplay yang dilakukan selalu berbeda. Saya berasumsi bahwa lawan memiliki beberapa strategi berbeda, sehingga kami pun harus fleksibel dalam bertahan maupun menyerang,” ujarnya. Selain strategi, ketahanan fisik menjadi fondasi. “Di kejurda kemarin, waktunya bersih, jadi endurance harus benar-benar terjaga.”
Nilai yang ia tanamkan pada para pemain bukan tentang menang semata. “Kerja keras, humble, jangan sombong. Saya tidak pernah ngoyo. Saya selalu bilang ke anak-anak, kita harus kerja keras, selebihnya Tuhan yang berkehendak,” ucapnya penuh keyakinan.