SHARE

Keraton Surakarta Hadiningrat (Hani White)

CARAPANDANG.COM – Pada akhir Februari 2018, saya berkesempatan berkunjung ke Keraton Surakarta Hadiningrat. Dalam kesempatan tersebut pemandu wisata di Keraton menjelaskan mengenai kiprah sejumlah Sri Susuhunan Pakubuwono. Salah satunya adalah Sri Susuhunan Pakubuwono VI. Menurut sang pemandu wisata, sang raja bergabung dengan Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa untuk menghadapi Belanda.  Sri Susuhunan Pakubuwono VI akhirnya berhasil ditangkap oleh pihak Belanda, diasingkan dan kemudian ditembak mati – demikian penjelasan sang pemandu wisata yang telah berusia sepuh tersebut.

Namun, bagaimana kiranya jika studi literasi dilakukan? Literasi Dari Buku ke Buku Sambung Menyambung Menjadi Satu karya P.Swantoro menjadi rujukan yang sesuai untuk menjawabnya. Berikut penjelasannya seperti tertera di halaman 101 buku  Literasi Dari Buku ke Buku Sambung Menyambung Menjadi Satu:

Pada 1830, selain “Diponegoro Perang Jawa”, juga Susuhunan Surakarta, Pakubuwono VI, diasingkan oleh Belanda ke luar Jawa. Kalau Diponegoro dikapalkan dari Batavia ke Manado pada 7 Mei, dan sampai di tempat tujuan pada 12 Juni 1830, maka Pakubuwono VI dalam bulan Juni ditangkap di pantai Laut Selatan, Parangtritis, dan selanjutnya diasingkan ke Ambon. Ketika itu ia baru berusia 23 tahun, akan tetapi sudah menjadi raja sejak berusia 16 tahun. Di pengasingan itu ia meninggalkan dunia fana pada 1849, disusul oleh Pangeran Diponegoro enam tahun kemudian di Makasar, 8 Januari 1855.

Meskipun resminya Kraton Surakarta berada di pihak Belanda dalam Perang Diponegoro tetapi Sunan Pakubuwono VI dicurigai mendukung Sang Pangeran, atau setidaknya bersimpati kepadanya. Menurut Nancy Florida dalam buku, Writing the Past, ribbing the Future, terbitan Duke University Press, 1995, note 8 pada halaman 55, sikap demikian juga menyusupi sejumlah kaum ningrat di Surakarta. Sikap ketidak-senangannya terhadap Belanda ditunjukkannya jelas terutama setelah Belanda menganeksasi semua wilayah Mancanegara, tidak saja yang tadinya termasuk wilayah Yogyakarta, tetapi juga Surakarta.

Masih menjadi teka-teki sebab-musabab meninggalnya Pakubuwono VI pada usia muda di pengasingannya di Ambon. Berdasarkan penelitian pada tengkoraknya, Pangeran Djati-kusumo berkesimpulan, Pakubuwono VI meninggal akibat luka tembak di kepalanya. Lain lagi menurut Serat Babad Ingkang Sinuwun Kangjeng Susuhunan Kaping VI. Ia meninggal dunia karena sakit setelah mengalami kecelakaan ketika berkereta-kuda. Berbeda lagi keterangan Raden Ayu Timur, putri Pakubuwono VI yang menyertainya dalam pengasingan. Dalam suratnya kepada kakaknya, K.P.H. Natadiningrat, yang dikutip oleh Florida pada halaman 57 bukunya tersebut di atas, Raden Ayu Timur mengatakan bahwa ayahnya meninggal akibat infeksi paru-paru. Seperti halnya Pangeran Diponegoro, Pakubuwono VI pun dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia.