SHARE

Ma'ruf Asli Bhakti 

CARAPANDANG.COM - Keberadaan Perjanjian Kerja Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) yang dikoordinir keluarga cendana pada tahun 1980-an dengan dalih solusi atas krisis energi muncul sejak tahun 1970. Kekuasaan Seoharto saat itu mengumpulkan para pemodal dari kroni-kroninya untuk diberi perijinan mengeruk tambang batu bara dengan segala kemudahan dan fasilitas oleh negara waktu itu.

Kebijakan itu adalah legalitas penguasaan lahan tambang yang mencapai ratusan ribu hektare di Kalimantan Selatan. Termasuk PT. Adaro milik keluarga besar Erick Tohir dan sejumlah pesohor negeri saat ini. 

Menurut penulis, mereka menguasai lahan itu dan terus beroperasi sejak tahun 1980-an akhir hingga saat ini.

Tahun-tahun sekarang ini adalah akhir dari kontrak kerja mereka. Namun sejumlah upaya "culas" mereka lakukan melalui jalur kekuasaan. Mereka mendorong merevisi UU Minerba dengan momentum UU Omnibuslaw. Bahkan melakukan kongkalikong dengan DPR RI. Hasilnya,  mengesahkan lebih dulu daru UU Ciptaker (Omnibuslaw).

Mereka menggiring arus politik membuat klausul yang memungkinkan mereka memperpanjang beberapa kali perijinan itu untuk puluhan tahun lagi ke depan. Dan itu sukses dalam UU Minerba perubahan terbaru.

Itulah sebuah kejahatan persekongkolan yang terbangun oleh kekuatan oligarki pengendali partai berkuasa yang syarat modal dari kaum kelompok 1% (cukong kaya).

Saat ini beberapa perusahaan PKP2B telah berakhir masa kontraknya sejak 40 tahun silam dan kembali mengajukan perpanjang untuk masa waktu yang sama dan dimungkinkan oleh UU sekarang. Kuasa Allah, di penghujung perijinan mereka, dampak kerusakan oleh aktifitas mereka, terkuak melalui bencana besar di lokasi operasi pertambangan itu. 

Sebanyak 11 dari 13 Kabupaten/Kota di Kalimantan Selatan rata jadi lautan. Sementara 87.000 jiwa terpaksa diungsikan. 

PT Adaro dan kawanannya yang dibekingi kelompok politik oligarki mencoba mengelak. Mereka berupaya lepas tangan dari bencana yang tak lepas dari akibat perbuatan mereka.

Bareskrim Polri pagi-pagi diterjunkan untuk menyelidiki. Hasilnya, menyatakan penyebab banjir adalah curah hujan yang tinggi.  Demikian pula Kementrian Lingkungan Hidup, KLKH  bernada sama. Ini menunjukkan kedua lembaga negara, otoritas hukum dan lingkungan itu patut di duga telah "bekerja baik" sesuai arahan untuk melindungi para pemilik PKP2B.

Tentu ini tak bisa dibiarkan. Itu harus di lawan. Rakyat harus tahu dan menghentikan kejahatan mereka. [**]

**Oleh: Ma'ruf Asli Bhakti  (Liga Eksponen 98)