Langkah itu juga diikuti dengan keputusan Israel untuk menghentikan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza, yang memicu peringatan dari kelompok lokal dan organisasi hak asasi manusia bahwa kelaparan massal dapat kembali terjadi di wilayah tersebut.
Pada Selasa, juru bicara Perusahaan Distribusi Listrik Gaza, Mohammad Thabet, mengungkapkan bahwa Israel hanya menyediakan lima megawatt listrik ke Gaza sejak November lalu sebelum akhirnya memutus pasokan sepenuhnya.
Hamas menegaskan bahwa penutupan perbatasan Gaza oleh Israel serta pemblokiran pasokan makanan dan obat-obatan merupakan “pelanggaran berat” terhadap perjanjian gencatan senjata dan “pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional dan kemanusiaan.”
Hamas mendesak PBB, organisasi kemanusiaan, dan negara-negara Arab untuk segera bertindak guna menghentikan “kejahatan biadab ini,” mencabut blokade, serta membawa para pemimpin Israel ke pengadilan internasional.
Lebih dari 48.500 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah tewas akibat serangan brutal Israel di Gaza sejak Oktober 2023.
Serangan tersebut sempat dihentikan setelah gencatan senjata dan kesepakatan pertukaran tahanan yang mulai berlaku pada Januari.
Pada November tahun lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Benjamin Netanyahu dan mantan kepala pertahanan, Yoav Gallant, atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.